Portalcerdas, Jember - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat KIP Universitas Jember menggagas forum silaturrahmi dan diskusi lintas organisasi mahasiswa yang tergabung dalam Cipayung Plus. Mengangkat tema “Bias Gender dalam Kurikulum Pendidikan”, acara ini diikuti oleh kader-kader terbaik dari PMII, GMNI, dan IMM. Forum berlangsung hangat dan terbuka, menjadi ruang kritis untuk mengurai tantangan pendidikan Indonesia hari ini.
Dalam forum itu, Rafi Sofyan sebagai representasi PMII FKIP UNEJ tampil sebagai narasumber yang banyak membuat mata memandang. Ia membahas narasi, representasi, maupun praktik peram keseteraan gender dalam dunia pendidikan. “Kita hidup di negara dengan keragaman budaya, dan peran gender itu juga dikonstruksi oleh budaya. Kurikulum melebur akan itu,” tegasnya.
Lebih dari sekadar analisis, Rafi membawa pesan penting tentang peran mahasiswa masa kini. “Hari ini mahasiswa tak boleh lagi berhenti di tataran kritik. Kita harus belajar membaca peluang, menggagas solusi, dan menjadi motor penggerak perubahan,” ucapnya penuh semangat. Baginya, forum seperti ini bukan hanya ruang diskusi, tapi juga awal dari gerakan kolektif.
Mengusung semangat guyub rukun, Rafi menyampaikan pentingnya solidaritas lintas organisasi mahasiswa. Ia menyebut bahwa perbedaan ideologi bukanlah penghalang, melainkan kekayaan yang bisa dirajut menjadi kekuatan bersama. “Jika kita sepakat bahwa pendidikan harus inklusif, maka kolaborasi antarormek adalah keniscayaan,” tambahnya.
Kehadiran PMII, HMI, GMNI, dan IMM dalam satu forum bukan hanya simbol kebersamaan, tapi juga pernyataan sikap: bahwa mahasiswa FKIP UNEJ siap berdiri sebagai pelopor kesetaraan dan keadilan dalam dunia pendidikan. Diskusi berlangsung dalam suasana kritis, namun tetap menjunjung tinggi etika dialog dan semangat transformasi sosial.
Menutup diskusi, Rafi mendorong agar forum semacam ini tidak berhenti di satu momen. Ia mengusulkan agar Cipayung Plus FKIP UNEJ mengagendakan pertemuan rutin lintas organisasi untuk membahas isu-isu strategis bangsa. "Kita butuh tradisi intelektual yang konsisten dan terstruktur. Di sinilah lahir solusi-solusi masa depan," pungkas Rafi.
0 Komentar