JEMBER, PORTALCERDAS- Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam semesta (rahmatan lil ‘alamin), yang mengajarkan umatnya untuk hidup dalam kedamaian, kasih sayang, dan saling menghargai antarsesama manusia, tanpa membedakan agama, suku, ras, atau budaya. Dalam kehidupan bermasyarakat, sikap toleransi menjadi salah satu nilai penting yang diajarkan dalam Islam, sebagaimana tercermin dalam prinsip Islam wasathiyah atau Islam moderat, yaitu bersikap adil, seimbang, dan tidak berlebihan dalam menghadapi perbedaan.
Salah satu contoh nyata dari penerapan sikap toleransi yang sesuai dengan ajaran Islam adalah peristiwa unik yang terjadi di Bali pada tahun 2025, ketika Hari Raya Idulfitri berdekatan dengan Hari Raya Nyepi. Umat Hindu di Bali merayakan Nyepi dengan menjalankan Catur Brata Penyepian, yaitu tidak menyalakan api, tidak bekerja, tidak bepergian, dan tidak melakukan hiburan selama sehari penuh. Sementara itu, umat Islam merayakan Idulfitri dengan salat Id, takbiran, dan kegiatan silaturahmi sebagai bentuk rasa syukur setelah sebulan berpuasa di bulan Ramadan.
Agar tetap menjaga kerukunan dan menghormati umat Hindu yang sedang menjalani Nyepi, umat Muslim di Bali menunjukkan sikap toleran dengan menyesuaikan bentuk ibadah mereka. Takbiran dilakukan tanpa pengeras suara, cahaya dibatasi, dan warga berjalan kaki menuju masjid untuk salat Id. Sikap ini mencerminkan nilai akhlak mulia dalam Islam yang mengajarkan pentingnya menjaga ukhuwah (persaudaraan) dan menghindari perbuatan yang dapat mengganggu ketenangan orang lain.
Pada tahun 2025, Hari Raya Nyepi dan Idulfitri berdekatan, menciptakan momen unik yang menyoroti toleransi antarumat beragama di Bali. Umat Hindu merayakan Nyepi dengan menjalankan Catur Brata. Catur Brata penyepian adalah empat pantangan atau larangan utama yang dijalankan oleh umat hindu saat hari raya Nyepi. Yang melarang umat hindu untuk tidak menyalakan api (amati geni), tidak bekerja (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan), dan tidak menikmati hiburan (amati lelanguan) selama 24 jam penuh.
Sementara itu, umat Muslim di Bali merayakan Idulfitri dengan melaksanakan salat Eid dan kegiatan keagamaan lainnya. Untuk menghormati kesucian Nyepi, umat Muslim
menyesuaikan pelaksanaan ibadah dengan tidak menggunakan pengeras suara dan meminimalkan penggunaan cahaya, serta berjalan kaki menuju masjid terdekat.
Pemerintah Provinsi Bali dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bali mengimbau masyarakat untuk menjaga suasana kondusif dan saling menghormati selama perayaan keagamaan tersebut. I Wayan Koster, Gubernur Bali, juga menandatangani kesepakatan dengan sejumlah pimpinan lembaga keagamaan lokal untuk melarang promosi usaha hiburan dan akomodasi yang "menjual" Nyepi sebagai daya tarik wisata, guna menjaga kesakralan perayaan tersebut.
Dalam hal ini, beberapa warga Bali yang merayakan nyepi ikut serta membantu dalam pelaksanaan shalat ied yang dilakukan oleh umat islam. Bedasarkan pernyataan Danrem163/Wira Satya, brigjen TNI Ida I Dewa Agung Hadisaputra, umat hindu di Bali turut membantu memelihara keamanan dengan mengarahkan 15 orang pecalang dari Banjar Lumintang, Desa Dauh Puri Kaja, Denpasar utara. Mereka bertugas mengatur lalu lintas, membantu jamaah menyeberang jalan, serta memastikan kelancaran ibadah bagi ribuan umat islam yang hadir.
Lebih dari sekadar tugas pengamanan, peran pecalang dalam Salat Idulfitri ini menjadi simbol toleransi yang terus dijaga oleh Banjar Lumintang. Diharapkan, nilai persaudaraan dan kekeluargaan di Bali tetap terpelihara di tengah keberagaman yang ada.
Momen beriringannya Nyepi dan Idulfitri ini menunjukkan bahwa meskipun berbeda keyakinan, masyarakat Bali mampu hidup berdampingan dengan saling menghormati dan menjaga harmoni. Nilai-nilai seperti perdamaian, pengendalian diri, dan solidaritas menjadi landasan kuat dalam mempererat hubungan antar umat beragama di Pulau Dewata.
Peristiwa berdekatan antara Hari Raya Nyepi dan Idulfitri pada tahun 2025 menjadi cerminan nyata bahwa toleransi antarumat beragama bukan hanya sekadar slogan, melainkan sebuah sikap hidup yang dijalankan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Umat Islam dan Hindu di Bali menunjukkan bahwa perbedaan keyakinan tidak menghalangi terciptanya harmoni sosial. Umat Muslim menyesuaikan ibadahnya demi menghormati kesucian Nyepi, sementara umat Hindu turut membantu pelaksanaan Salat Idulfitri melalui peran aktif pecalang dalam menjaga ketertiban.
Kolaborasi ini menjadi bukti bahwa nilai-nilai Islam tentang kasih saying (rahmah), kedamaian (salam), dan persaudaraan (ukhuwwah) sejalan dengan semangat kebhinekaan yang dijunjung
tinggi di Indonesia. Diharapkan, semangat saling menghargai dan hidup berdampingan ini dapat menjadi teladan bagi masyarakat di berbagai daerah, agar terus memperkuat persatuan dalam keberagaman. sebagaimana yang terdapat dalam hadist:
"Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu ia berkata, ditanyakan kepada Rasulullah SAW yaitu, "Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah? "maka beliau bersabda: "Al-Hanafiyah As- Sambah (yang lurus lagi toleran)." (HR Bukhari)
Diharapkan sikap seperti inilah yang menjadi landasan ehingga terciptanya kehidupan yang damai dan memperkuat persatuan dalam keberagaman, serta menjadikan momen lintas agama ini bukan sekedar toleransi pasif, namun menjadi suatu kolaborasi yang aktif dalam menjaga kebhinekaan di Indonesia
0 Komentar